Kamis, 03 November 2011

Menghormati hak bayi

Gara-gara baca surat pembaca di Kompas hari ini, yang mengeluhkan sebuah hotel di Jakarta yang tidak menyimpan ASI seorang ibu di freezer sesuai dengan permohonannya, saya jadi ingat pengalaman saya sendiri beberapa tahun lalu. Untungnya pengalaman saya malah membuat saya sangat berterima kasih pada hotel tempat saya menginap dulu.

Waktu Tara baru berumur 6 bulan 2 minggu, dan baru saja lepas dari ASI eksklusif, saya ditugaskan ke Shanghai selama 10 hari. Waktu itu saya sudah kuatir, bagaimana caranya saya bisa menyimpan ASI saya selama itu, karena saya tahu kulkas di kamar hotel biasanya tidak cukup besar.

Begitu tiba di hotel, saat check-in, saya minta bantuan si resepsionis untuk memberi saya ijin setiap hari ‘menyetor’ kantong-kantong ASI untuk dititipkan di freezer dapur hotel selama saya disana. Ndilalah, si resepsionis yang bahasa Inggrisnya ternyata terbatas, malah kebingungan. Dia panggil temannya, yang juga tidak banyak membantu. Saat itu saya sudah panas dingin, karena kebetulan di tas pendingin yang saya bawa ada 1 kantong ASI yang saya perah di pesawat, yang menunggu untuk disimpan.

Untung saat itu ada seorang kolega yang mengerti bahasa Cina model mana yang harus digunakan di Shanghai. Dan lewat dialah akhirnya orang hotel mengerti apa yang saya maksud. Malah akhirnya ada seorang concierge perempuan yang membantu saya menuliskan di kertas, dalam bahasa Cina, apa yang saya minta. Supaya setiap hari saya tinggal menunjukkan kertas itu pada bell boy sehingga saya tidak perlu lagi bolak-balik meminta bertemu dengan pegawai dapur.

Awalnya saya sempat waswas juga, takut mereka salah mengerti dan tidak menyimpannya di freezer. Di hari ketiga saya minta ijin untuk mengecek ‘simpanan berharga’ saya. Dan Alhamdulillah, semua beku. Singkat cerita, setiap hari selama 10 hari itu saya bisa dengan tenang memberikan ASI saya untuk dibekukan.

Saat kembali ke Jakarta pun saya amat merasa dibantu oleh para flight attendants. Tanpa bertanya banyak hal, mereka membantu saya menyimpankan tas pendingin yang saya bawa, di kotak pendingin di pesawat. Dan sesaat sebelum mendarat, salah seorang pramugari malah menawarkan untuk menambahkan es yang sudah mulai mencair. What a service.

Karena ingat pengalaman pribadi itu, saat membaca surat pembaca itu saya jadi ingin menangis. Karena buat ibu-ibu bekerja, saya sendiri merasakan tantangan untuk tetap menyusui bayi apalagi kalau pekerjaan menuntut kita untuk melakukan perjalanan bisnis. Dan membaca surat itu juga, saya jadi tersentak, seberapa sadar ya dunia perjalanan akan hal-hal yang bersangkutan dengan hal ini.

Mungkin memang bukan hal yang setiap hari terjadi, bahwa ada ibu yang meminta ASI-nya disimpan di freezer. Atau di pesawat ada ibu yang meminta es untuk menjaga ASI-nya supaya tidak rusak. Tapi bukan tidak mungkin hal-hal itu akan dihadapi oleh dunia pelayanan perjalanan. Pertanyaannya, seberapa bersediakah mereka membantu?. Karena pada akhirnya ini menyangkut hak makhluk hidup – hak bayi untuk mendapatkan yang terbaik untuk kehidupan mereka kelak.

Saya menulis ini hanya buat mengingatkan saja, kalau-kalau ada teman-teman yang bekerja di dunia pelayanan perjalanan, atau mungkin kenal baik dengan mereka yang punya bisnis di bidang itu. Mohon diingatkan agar kejadian seperti yang saya baca di Kompas hari ini tidak terjadi lagi. ASI adalah anugrah Tuhan yang paling besar yang harus diberikan pada yang berhak – sebuah kehidupan bergantung disana. Jadi semoga semua pihak yang bisa membantu para ibu yang menyusui, betul-betul bisa membantu, dimanapun.

Saya yakin hotel tempat saya menginap dulu juga pasti jarang, atau bahkan mungkin tidak pernah, mendapat permintaan seperti itu. Tapi good will mereka sangat saya hargai, they really did the extra mile untuk membantu saya.

Semoga saja, good will seperti itu tersebar juga di Indonesia, di saat-saat para ibu sangat membutuhkan dukungan dan bantuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar