Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tentram kepadanya, dan dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikanitu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Allah SWT. Telah menganugerahkan kepada kita rasa suka kepada lain jenis. Yang laki-laki suka perempuan, dan sebaliknya. Rasa suka tersebut merupakan rasa yang begitu indah, tak terlukiskan dengan hasrat semacam itu, semestinya kita tidak menyelewengkannya dengan mengumbar ke sembarang orang. Sebab, Allah SWT telah menunjukkan jalan yang terbaik bagi kita. Jalan itu itu bernama pernikahan. Inilah jalan yang pasling diridhoi Allah untuk menyalurkan hasrat kita, serta jalan terbaik untuk memperoleh keturunan. Ingatlah, di dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengatakan “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik”.
Menikah merupakan bagian sunnah Rasululla SAW. Di depan, telah dikutip hadist riwayat thabrani dan baihaqi tentang penegasan Rasulullah, bahwa jika seseorang mampu menikah tapi ia tidak melaksanakannya, maka ia bukan termasuk umat Rasulullah. Dari hadist itu dapat dipahami bahwa Rasulullah ridho dan mengakui orang yang menikah sebagai bagian dari umat beliau. Sebaliknya bagi orang yang enggan menikah, Rasulullah tidak dengan mudah mengakuinya sebagai bagian dari umat beliau.
Bukan hany itu saja ajaran Rasulullah SAW yang menekankan pentingnya menikah. Dalam hadist lain beliau bersabda “Wahai golongan anak muda! Jika kalian mampu mencari penghasilan, menikahlah!” dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda “Barang siap memiliki harta, menikahlah. Barang siapa sanggup menikah, menikahlah. Sebab, menikah dapat menjaga diri dari buruknya pandangan, dan menjaga kemaluan. Siapa yang tidak mempunyai biaya, hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat melenyapkan syahwat”.
Lebih terang lagi, dalam satu hadist lainnya Rasulullah SAW melanjutkan penegasannya “Tidak termasuk golonganku, orang yang dimudahkan hartanya, tetapi tidak menikah”. Begitu pentingnya kedudukan pernikahan dalam agama islam, sampai-sampai dengan alasan ibadah pun, meninggalkan pernikahan tetap tidak diperkenankan oleh Rasulullah.
Di dalam kitab Nidam Usrah Fil Islam dikisahkan, Imam Akhmad dan Abu Ya’la meriwayatkan dalam kitab musnad mereka “Rasulullah SAW bertanya pada Akkaf bin Wad’ah Al-hilali, wahai Akkaf, apakah engkau mempunyai istri? Akkaf menjawab tidak. Rasul bertanya lagi, kalau hamba sahaya wanita? Ia menjawab tidak juga. Beliau (Rasul) sehat dan berkecukupan (untuk menanggung nafkah perkawinan)? Ia berkata, Alahamdulillah, demikianlah (keadaan saya), wahai Rasulullah, Easulullah bersabda, jika demikian engkau termasuk saudar-saudara setan. Seandainya engkau seorang nasrani, engkau termasuk pendeta-pendeta mereka. Jika kamu ingin termasuk kedalam golongan kami (kaum muslimin), maka berbuatlah sebagaimana kami berbuat. Menikah adalah sunah kami. Sejelek-jelek kalian adalah yang membujang, dan yang paling hina di antara orang yang meninggal ialah dalam keadaan membujang. Apakah kalian mau bermain-main dengan setan? Setan tidak memiliki senjata ampuh selain wanita dalam menggoda orang-orang yang telah akan bersikap lurus kepada kalian”.
Menikah adalah salah satu pintu yang mesti dilewati oleh kalangan muslim untuk menyempurnakan agamanya. Bila seorang muslim belum menikah, dalam pandangan Allah orang tersebut masih dianggap belum sempurna dalam menjalankan agamanya. Rasulullah bersabda “Sesungguhnya orang yang menikah telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Maka sempurnakanlah setengah lagi dengan takwa kepada Allah”.
Sungguh menikah adalah sesuatu yang mudah. Jika betul-betul menyadari indahnya pernikahan serta manfaat yang akan diperoleh darinya, setiap anak muda sudah sepantasnya ingin menikah segera mungkin. Akan tetapi, pada masa ini kadang menikah tampak sebagai persoalan rumit. Mulai dari munculnya kengerian tentang biaya puluhan juta rupiah untuk resepsi pernikahan, hingga memusingkan besarnya tanggung jawab yang akan di tanggung nantinya setelah menikah. Kekhawatiran semacam itu menjadikan keberanian perlahan menciut, hingga akhirnya melenyapkan keinginan untuk menikah. Hasrat yang besar pun berganti dengan kekuatan yang mencekam. Takut tak mampu menafkahi istri, takut tak bisa menyelaraskan watak dan sebagainya. Dari ketakutan-ketakutan itu, secara umum yang paling meresahkan anak muda adalah persoalan keuangan, persoalan nafkah. Seolah-olah, denga menikah, beban akan dating bertumpuk-tumpuk.
Sebagai seorang muslim yang baik, semestinya kita tidak perlu merisaukan beban-beban semacam itu. Tak perlu kita takut dengan persoalan financial, tak perlu kita khawatir akan menelantarkan anak-anak dan istri kita. Sebab, Allah Maha Kuasa dalam mengatur itu semua. Allah memiliki logikanya sendiri yang penuh dengan misteri. Mari renungkan baik-baik firman Allah sang pemilik semua kekayaan. Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas.
Seiring dengan firman Allah tersebut, banyak hadis yang menyebutkan bahwa orang-orang muslim yang tidak menikah adalah miskin dalam pandangan Allah. Salah satu contohnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Dzarr r.a. berikut “Bahwa beberapa orang sahabat Rasulullah SAW berkata, wahai Rasulullah, orang-orang kaya mendapat pahala yang banyak. Mereka shalat sebagaiamana kami shalat. Mereka puasa sebgaimana kami puasa, dan mereka bersedekah, dengan kelebihan harta mereka. Rasulullah menjawab, bukankah Allah SWT telah memberikan kalian sesuatu untuk kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tahlil adalah sedekah, dan setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap takbir adalah sedekah. Amar makruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan menggauli istri adalah sedekah. Mereka bertanya, wahai Rasullah, apakah ketika seseorang dari kami memuaskan syahwat (kepada istrinya) ia mendapatkan pahala? Beliau balik bertanya, tahukah kalian, jika ia melepaskan syahwatnya dalam perbuatan haram, apakah ia mendapatkan dosa? Mereka menjawab ya, Rasul bersabda lagi, Demikian pula jika ia melaksankannya dalam perbuatan halal, maka ia mendapatkan pahala”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar