FAQ
Rating: +7
Mengapa menyusui itu penting?
Hanya ASI yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan bayi, dan keunggulannya tidak bisa digantikan dengan susu lain. ASI aman, bersih, dan mengandung zat-zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam penyakit dan infeksi. Lebih dari itu, ASI tersedia setiap saat dan gratis.
Rating: +2
Apa manfaat ASI?
Bagi bayi:
* Menurunkan resiko terhadap infeksi, seperti diare, radang paru-paru, infeksi telinga, flu, radang otak, dan infeksi saluran kencing
* Melindungi anak terhadap penyakit kronis, seperti alergi, diabetes, dan penyakit-penyakit lainnya
* Meningkatkan perkembangan otak, khususnya bagi bayi yang lahir dengan berat badan rendah (IQ lebih tinggi daripada bayi yang tidak diberi ASI)
* Menurunkan resiko terhadap tekanan darah tinggi dan obesitas
Bagi ibu:
* Menurunkan resiko terhadap perdarahan, kanker payudara dan kanker ovarium
* Menunda kembalinya fertilitas/kesuburan ibu sesudah melahirkan, sehingga dapat menjaga waktu hingga kehamilan berikutnya
Rating: +3
Bagaimana sikap Departemen Kesehatan, UNICEF dan WHO?
Untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal, UNICEF dan WHO bersama Departemen Kesehatan menganjurkan agar bayi hanya diberi ASI (tanpa tambahan makanan atau minuman apapun) selama enam bulan pertama. Mulai usia enam bulan, anak diberikan makanan tambahan (makanan pendamping ASI) yang berkualitas dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.
Rating: +3
Bagaimana keadaan di Indonesia?
Sayangnya, di Indonesia hanya 14% ibu memberi ASI eksklusif kepada bayinya sampai umur lima bulan[1]. Di Indonesia rata-rata bayi hanya diberi ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Ada beberapa hal yang menghambat pemberian ASI, diantaranya adalah karena rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsi-persepsi sosial-budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja (cuti melahirkan yang terlalu singkat, tidak adanya ruang di tempat kerja untuk menyusui atau memompa ASI), dan pemasaran agresif oleh perusahaan-perusahaan pembuat susu bayi yang tidak hanya mempengaruhi para ibu, namun juga para petugas kesehatan.
[1] - Survei Demografi & Kesehatan Indonesia 2002-3
Rating: +2
Apa kaitan antara ASI dengan masalah gizi buruk?
ASI adalah intervensi yang paling murah dan paling efektif untuk mengatasi masalah gizi buruk.
Laporan-laporan terakhir mengenai gizi buruk pada anak-anak di NTB, NTT dan daerah-daerah lain telah menempatkan masalah gizi sebagai masalah nasional. Tanggapan terhadap gizi buruk sangat besar, tetapi tidak ada yang memperhatikan potensi ASI untuk mencegah kekurangan gizi dan menyelamatkan bayi-bayi Indonesia. Misalnya, survei gizi yang dilakukan di Aceh pada bulan Agustus-September 2005 menunjukkan bahwa hampir satu dari sepuluh balita mengalami kekurangan gizi yang parah dan akut, dan lebih dari separuhnya masih berusia dibawah dua tahun[2]. Pada dua tahun pertama dalam kehidupannya, anak-anak memang paling rentan terhadap masalah kurang gizi. Mereka dapat terlindungi dari kekurangan gizi dan infeksi dengan ASI ekskslusif selama enam bulan pertama, dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan ASI sampai usia dua tahun.
Dukungan kepada ibu-ibu untuk menyusui adalah intervensi kesehatan masyarakat yang paling efektif untuk mencegah kematian balita. Hasil telaah dari 42 negara menunjukkan bahwa pemberian ASI saja selama enam bulan pertama (atau ASI eksklusif) dapat mencegah 13% dari 10,6 juta kematian balita yang terjadi setiap tahun. Berarti di Indonesia sendiri sekitar 30.000[3] kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya dapat dicegah melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran bayi.
[2] - Dilakukan oleh Dinas Kesehatan NAD, Departemen Kesehatan, SEAMEO dan UNICEF, Agustus – September 2005
[3] - Perkiraan dengan dasar jumlah penduduk 219 juta, Angka Kelahiran Total 22 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita 46 per 1000 kelahiran hidup Survei Demografi & Kesehatan Indonesia 2002-3),dan 13% kematian Balita yang bisa dicegah dengan menyusui bayi secara eksklusif (lihat catatan kaki no.3)
Rating: +3
Bagaimana meningkatkan pemberian ASI di Indonesia?
Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mendukung pemberian ASI eksklusif enam bulan ditambah dengan pemberian makanan pendamping ASI mulai umur enam bulan sampai dua tahun. UNICEF memberi dukungan kepada Departemen Kesehatan dan mitra kerja lainnya dalam hal:
* Finalisasi kebijakan nasional mengenai pemberian makanan pada bayi dan balita
* Peningkatan alokasi sumber daya, termasuk SDM, pendanaan dan pengorganisasian untuk pemberian makanan pada bayi dan balita
* Memotivasi petugas kesehatan, fasilitas, serta lembaga-lembaga profesi untuk tidak mengedepankan kebutuhan komersial
* Melatih petugas kesehatan mengenai ketrampilan konseling untuk pemberian ASI dan MPASI
* Revitalisasi gerakan Rumah Sakit Sayang Ibu/Sayang Bayi Semua supaya semua fasilitas melahirkan memenuhi “sepuluh langkah untuk keberhasilan menyusui”
* Penegakan peraturan perundangan mengenai pengendalian pemasaran susu bayi dan pengganti ASI, serta peraturan perundangan untuk memberi perlindungan terhadap perempuan yang bekerja
* Sosialisasi kebijakan mengenai pemberian makanan pada bayi dan balita dalam keadaan darurat
Rating: +1
Apakah ada ketentuan internasional yang mengatur pemasaran produk pengganti ASI?
Pada tahun 1981, Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) yang beranggotakan Menteri-menteri Kesehatan sedunia menetapkan Kode Etik Internasional (International Code) untuk mengatur pemasaran produk pengganti ASI guna melindungi pemberian ASI dan makanan tambahan yang optimal bagi bayi dan balita. Kode etik ini menjabarkan ketentuan-ketentuan mengenai pengiklanan, pemasaran dan promosi produk-produk pengganti ASI, termasuk susu bayi, dot dan botol, supaya tidak memberi informasi yang salah kepada ibu-ibu, tetap mendukung ASI, dan produk-produk hanya digunakan jika memang diperlukan dan jika Ibu tidak bisa menyusui. Pengadaan produk-produk tersebut diperbolehkan, tetapi tidak boleh dipromosikan. Kode etik ini internasional ini juga melarang petugas-petugas kesehatan untuk melakukan kegiatan apapun yang bersifat mempromosikan produk-produk pengganti ASI.
Rating: +0
Bagaimana dengan peraturan di Indonesia?
Pada tahun 1997, Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Keputusan No.237/MenKes/IV/1997 mengenai pemasaran pengganti ASI sejalan dengan resolusi Majelis Kesehatan Dunia. Namun demikian, seperti terlihat pada iklan-iklan susu bayi di media massa dan fasilitas-fasilitas kesehatan, penegakan hukum masih lemah. Oleh sebab itu, Departemen Kesehatan sedang mengupayakan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pemasaran susu bayi yang memiliki dasar hukum yang lebih kuat.
Rating: +0
Dimana bisa mendapatkan informasi lebih lanjut?
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:
UNICEF Nutrition Officers: Fitsum Assefa & Anna Winoto, tel. 570 5816 ext. 297 & 262,
email: fassefa@unicef.org, awinoto@unicef.org
copas dari: http://aimi-asi.org/faq/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar